Petitum Permohonan |
I. FAKTA-FAKTA HUKUM 1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut:
Pasal 77 KUHAP: “…Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan…” Pasal 79 KUHAP: “…Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya…” 2. Bahwa pada hari Sabtu, 21 Juni 2025 sekitar Jam 15:00 WITA pada saat PEMOHON berada di rumah teman yang terletak di PuriSwari Bungalow Jl. Tukad Balian No.206, Sidakarya, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, PEMOHON tiba tiba didatangi oleh kurang lebih 20 (dua puluh) orang laki-laki berpakaian warna hitam, mengaku sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia dari Kepolisan Resort Karangasem, tanpa menunjukkan Identitas dan Surat Perintah Penangkapan TERMOHON langsung menangkap dan memborgol kemudian membawa PEMOHON menggunakan Mobil; 3. Bahwa PEMOHON dipaksa ikut dengan TERMOHON dengan cara mengintimidasi, sehingga PEMOHON secara psikis tertekan dengan tata cara TERMOHON melakukan penangkapan kepada PEMOHON diibaratkan seperti PEMOHON ini seorang Teroris dan Penjahat Narkoba sampai diperlukan 20 (dua puluh) orang untuk menangkap PEMOHON terlebih lagi PEMOHON adalah seorang Wanita yang berpostur badan kurus dan kecil yang notabene tidak memungkinkan melakukan perlawanan; 4. Bahwa Ketika PEMOHON menanyakan kepada TERMOHON mengapa tidak menggunakan pakaian dinas Kepolisian, TERMOHON hanya menjawab “suka suka kami, mau pakai pakaian apa, kami kan POLISI”, dan PEMOHON juga beberapa kali meminta identitas para TERMOHON namun PEMOHON dijawab dengan suara bentakan yang mengguncang psikis PEMOHON; 5. Bahwa PEMOHON dan Kuasa Hukumnya baru mengetahui setelah dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) PEMOHON tertera sebagai Saksi. Sedangkan saat dilakukan Penangkapan dan dibawa ke Polres Karangasem PEMOHON diminta menandatangani Berita Acara Penangkapan yang tertulis sebagai Tersangka, PEMOHON menolak kemudian saat itu juga, PEMOHON diperiksa sebagai Tersangka dan disuruh menandatangani Berita Acara Penahanan. PEMOHON menolak Penandatanganan Berita Acara Penangkapan dan Berita Acara Penahanan karena tidak sesuai dengan prosedur hukum;
6. Bahwa TERMOHON melakukan intimidasi dan penekanan penekanan lagi yaitu TERMOHON mengatakan bahwa “Pengacaramu itu tidak bakal membantu kalian, karena mereka Cuma mau uang kalian saja, buktinya ditunda-tunda terus sama mereka”, “Jadi kau kasih tahu saja Juni Jayanti, dimana saudaramu Juni Jayanta” , TERMOHON juga melakukan intimidasi terhadap keluarga PEMOHON dalam hal ini ibu PEMOHON dalam bentuk telepon yang terus menerus, menanyakan keberadaan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) yang mengakibatkan tekanan mental dan psikis pada ibu PEMOHON dan masih banyak lagi intimidasi dan tekanan yang dilakukan TERMOHON kepada PEMOHON; 7. Bahwa semua rangkaian perbuatan TERMOHON tersebut dilakukan dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON-lah yang telah melakukan Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, yang terjadi pada tanggal 23 Mei 2023 sekitar Jam 23.00 WITA di rumah adik PEMOHON yaitu Juni Jayanta di Villa Bambu/Rumah Juni Jayanta (Adik PEMOHON) Jl. Bukti Meluang, Br. Apit Yeh, Ds. Manggis, Kec. Manggis, Kab. Karangasem, Prov. Bali; 7. Bahwa mengenai kronologis terjadinya Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang tersebut sampai dengan peristiwa Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHON akan diuraikan sebagai berikut: - Bahwa sebelum terjadinya terjadi peristiwa yang diduga Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, tiga hari sebelumnya Pemohon dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) telah memberitahukan kepada suami Juni Jayanta (Adik PEMOHON) yaitu TOMMI bahwa Juni Jayanta (Adik PEMOHON) dan PEMOHON akan berkunjung untuk bertemu NOVA anak Juni Jayanta (Adik PEMOHON) dan TOMMI mengatakan “OK”. Kemudian pada tanggal 20 Mei 2023 pada pupul 18:00 WITA Pemohon dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) tiba di di Villa Bambu/Rumah Juni Jayanta (Adik PEMOHON) Jl. Bukti Meluang, Br. Apit Yeh, Ds. Manggis, Kec. Manggis, Kab. Karangasem, Prov. Bali. Dimana ditempat tersebut sudah ada banyak orang yang PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) tidak dikenali dan langsung diarahkan ke Restaurant. Setelah menunggu cukup lama datanglah TOMMI (suami Juni Jayanta Adik PEMOHON) bersama dengan managernya yaitu PARLINDUNGAN SARAGIH dimana PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) diarahkan lagi naik ke lantai 2 (dua) restaurant karena disana ada tempat lebih privat untuk membicarakan maksud kedatangan PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) bertemu dengan Ponakan, namun disana manager TOMMI mengatakan “saya ada di pihak kamu, saya akan melindungi kamu dan saya juga orang Medan, ikuti saja kemauan dari Pak TOMMI” yang kemauan dari TOMMI saat itu kami tidak diperkenankan untuk bertemu dengan NOVA (keponakan PEMOHON) dan disuruh pergi dari tempat tersebut, selanjutnya PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) dan memohon untuk bisa bertemu namun tetap tidak diperbolehkan, dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) berkata “saya ingin tidur dirumah saya dan menunggu anak saya” dan TOMMI mengatakan “tidak boleh tidur disini” dan akan mencarikan Villa di sebelah yaitu NEANO Villa kemudian TOMMI mengatakan “villa tersebut penuh” kemudian PEMOHON menghubungi Villa Neano tersebut dan ternyata masih ada kamar yang kosong disana PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) merasa jengkel karena merasa dibohongi sehingga PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) menuju rumah Juni Jayanta (Adik PEMOHON) untuk bertemu NOVA (ponakan PEMOHON). Kemudian tepat didepan pintu masuk rumah Juni Jayanta (Adik PEMOHON) berdiri sorang laki-laki yang PEMOHON tidak kenal yang mengaku sebagai Pecalang menghalangi PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) masuk dan dibelakang PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) banyak orang mengerumuni yang tidak dikenal, Ketika Juni Jayanta (Adik PEMOHON) mencoba masuk kedalam rumahnya orang yang mengaku Pecalang tersebut mengatakan “Kalian tidak boleh masuk, saya bertanggungjawab untuk Pak TOMMI, ibu tidak boleh masuk”. Namun PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) bersikukuh tetap ingin bertemu dengan NOVA. Kemudian ada salah satu orang dibelakang PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) mengatakan “ini wilayah dan tanggungjawab saya” kemudian terjadilah keributan antara PEMOHON dan Juni Jayanta (Adik PEMOHON) dengan orang-orang yang tidak dikenal tersebut. Saat keributan tersebut terjadi PEMOHON tidak ada menyentuh orang-orang tersebut dan hanya merekam kejadian dan pada saat itu PEMOHON melihat Juni Jayanta (Adik PEMOHON) menangis, dipukuli, tangan dan kakinya ditarik, kemudian diarak namun PEMOHON hanya bisa merekam kejadian tersebut, dan setelah 1 (satu) jam datanglah polisi; - Bahwa terkait dengan peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang tersebut, pada tanggal 04 Desember 2023, PEMOHON juga telah melaporkan PARLINDUNGAN SARAGIH kepada TERMOHON dengan Laporan Informasi Nomor: LI/151/XII/RES.1.6/2023/Reskrim, namun hingga saat ini laporan PEMOHON tidak pernah ditindaklanjuti; - Bahwa pada faktanya, PEMOHON dan PARLINDUNGAN SARAGIH telah menandatangani perjanjian perdamaian tertanggal 12 Februari 2024, yang pada intinya menyepakati menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dan Mencabut laporan yang dibuat oleh kedua belah pihak di Polres Karangasem, PEMOHON juga telah bersurat melalui Kuasa Hukumnya kepada Polres Karangasem untuk meminta laporan polisi tersebut dicabut; - Bahwa surat pencabutan laporan yang dikirim PEMOHON melalui Kuasa Hukumnya tersebut tidak ditanggapi oleh TERMOHON, bahkan TERMOHON melanjutkan laporan tersebut hingga PEMOHON ditetapkan menjadi Tersangka; II. ANALISA YURIDIS 1. BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA; 2. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON adalah sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON dan juga (maaf) sangat biadab! Karena fakta kejadian adalah PEMOHON di tangkap oleh TERMOHON tanpa menunjukkan surat tugas, surat perintah penangkapan serta tidak memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga, dan kemudian membawa PEMOHON ke Polres Karangasem dengan cara yang sangat intimidatif, membawa 20 (dua puluh) orang laki-laki, untuk menjemput satu orang PEMOHON yang notabene adalah seorang perempuan berpostur kecil dan kurus, melakukan bentakan bentakan dan tekanan tekanan kepada PEMOHON dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON telah melakukan Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang; 3. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP sebagai berikut: Pasal 18 ayat (1) KUHAP: “…(1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…” Pasal 18 ayat (3) KUHAP: “…(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan...” 4. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut juga telah melanggar Ketentuan Pasal 70 ayat (2), Pasal 72, Pasal 75 huruf a dan huruf c PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut: Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang…” Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar; b. tersangka diperkirakan akan melarikan diri; c. tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya; d. tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti; e. tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan…” Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib: a. memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut…” Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib: c. menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan…” 5. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan intimidatif dan tekanan tekanan yang membuat mental dan psikis PEMOHON terguncang yang mana bisa dikatakan hal tersebut adalah Penyiksaan secara psikis dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON telah melakukan Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagaimana terlihat jelas dalam Konsiderans KUHAP huruf a dan huruf c sebagai berikut: Konsiderans KUHAP huruf a: “…a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya…” Konsiderans KUHAP huruf c: “…c. bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945…” 6. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan Tindakan kekerasan secara psikis, intimidatif dan tekanan tekanan yang membuat mental dan psikis PEMOHON terguncang yang mana bisa dikatakan hal tersebut adalah Penyiksaan secara psikis dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON telah melakukan Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON sebagaimana dilindungi dan dijamin keberadaannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G dan Pasal 28I ayat (1) sebagai berikut: Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: “…Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum…” Pasal 28G: “…(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain…” Pasal 28I ayat (1) UUD 1945: “…Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun…” 7. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan Tindakan kekerasan secara psikis, intimidatif dan tekanan tekanan yang membuat mental dan psikis PEMOHON terguncang yang mana bisa dikatakan hal tersebut adalah Penyiksaan secara psikis dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON telah melakukan Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, karena itu tindakan TERMOHON tersebut juga telah melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai berikut: Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: “…Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum…” Pasal 4 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: “…Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun…” Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: “…Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum…” Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: “…Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan…” 8. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah disertai dengan Tindakan kekerasan secara psikis, intimidatif dan tekanan tekanan yang membuat mental dan psikis PEMOHON terguncang yang mana bisa dikatakan hal tersebut adalah Penyiksaan secara psikis dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON telah melakukan Tindak Pidana Dimuka Umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, karena itu tindakan TERMOHON tersebut juga telah melanggar ketentuan Ketentuan Pasal 75 huruf d, Pasal 76 ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat 2 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut: Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan…” Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…” Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka…” Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009: “…Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan III. PENANGKAPAN TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP 1. BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA; 2. Bahwa TERMOHON dalam melakukan penangkapan terhadap PEMOHON telah tidak menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan tidak memproses Perdamaian yang terjadi antara PEMOHON dengan PELAPOR yaitu Parlindungan Saragih sesuai dengan Laporan Polisi nomor LP/B/30/V/2023/SPKT/POLRES KARANGASEM/POLDA BALI dan Surat Permohonan Pencabutan dari PELAPOR dengan PEMOHON pada tanggal 05 September 2024 padahal perdamaian sudah terjadi dan surat permohonan pencabutan tersebut telah diserahkan kepada TERMOHON, tapi tidak diproses oleh TERMOHON; 3. Bahwa dengan adanya Perdamaian dan Surat Permohonan Pencabutan laporan yang ternyata TERMOHON tidak proses, maka surat Penetapan Tersangka dari TERMOHON dikembalikan kepada TERMOHON oleh PEMOHON, demikian pula penangkapan yang dilakukan terhadap PEMOHON tanpa adanya suatu surat resmi; 4. Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan KUHAP, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHON sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum. Hal ini sesuai dengan, antara lain, perintah Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut: “…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“ Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut: “…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”; 5. Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak PERMOHONAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON; IV. PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PEMOHON 1. BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA; 2. Bahwa tindakan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON; 3. Bahwa mengingat PEMOHON adalah WARGA MASYARAKAT KECIL EKONOMI LEMAH, di mana sumber penghasilan untuk kehidupan sehari-hari bergantung pada penghasilan sebagai KARYAWAN SWASTA, maka SANGAT WAJAR dan BERALASAN untuk diberikan kompensasi dan atau ganti rugi bagi PEMOHON; 4. Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut: Pasal 9 ayat (1): “…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendahrendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…” Pasal 9 ayat (2): “…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)…” Merujuk pada pasal tersebut di atas di mana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah); 5. Bahwa di samping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil berupa: a. Bahwa PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah menimbulkan trauma hidup, stress, ketakutan serta penderitaan bathin, di mana jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah); b. Bahwa kerugian-kerugian Immateril tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON Meminta Maaf secara terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di Kabupaten Karangasem selama 2 (dua) hari berturut-turut. |