INFORMASI DETAIL PERKARA
Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
2/Pid.Pra/2024/PN Amp | Khairil Anwar | 1.Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Karangasem 2.Kepala Kepolisian Resor Karangasem 3.Inspektorat Pengawasan Daerah Kepolisian Daerah Bali 4.Kepala Kepolisian Daerah Bali |
Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Senin, 20 Mei 2024 | ||||||||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penangkapan | ||||||||||
Nomor Perkara | 2/Pid.Pra/2024/PN Amp | ||||||||||
Tanggal Surat | Senin, 20 Mei 2024 | ||||||||||
Nomor Surat | - | ||||||||||
Pemohon |
|
||||||||||
Termohon |
|
||||||||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||||||||
Petitum Permohonan | II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN;
1. Penangkapan dalam surat Perintah Penangkapan No.SP.Kap/18/V/RES.4.2/ 2024/Satresnarkoba, tanggal 14 Mei 2024 tidak sah
a) Bahwa pemohon tidak pernah dipanggil oleh Termohon I untuk dimintai keterangan atau sebagai saksi maupun calon Tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I jenis shabu sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 112 ayat (1) jo pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebelum dilakukan Penangkapan di tgl 14 Mei 2024
b) Bahwa pemohon tidak pernah menerima berupa surat apapun dari Termohon I sebelum tanggal 14 Mei 2024 saat dilakukan penagkapan
c) Bahwa pada saat penggeledahan oleh termohon I pada PUKUL 22.30 WITA tanggal 14 Mei 2024, di badan pemohon tidak ditemukan narkotika sejenis shabu,namun setelah dicari kurang lebih 2 jam baru di temukan oleh kepala lingkungan lalu kemudian muhajirin alias jirin disuruh untuk mengambil tempelan narkotika Tersebut di saksikan oleh kepala lingkungan dan personel polres karangasem yang berjumlah kurang lebih 15 orang
d) Bahwa penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon I Dilakukan tanpa ada surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri Amlapura Bahwa dalam Pasal 32 KUHAP sangat bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1), (3) dan (4) KUHAP;
e) Bahwa Termohon I mengeluarkan surat perintah pengangkapan No. SP.Kap/18/V/RES.4.2/2024/Satresnarkoba, tanggal 14 Mei 2024, Berdasarkan pasal 16 ayat (1) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002
f) Bahwa penangkapan terhadap Pemohon bukanlah tertangkap tangan karena dalam hal tertangkap tangan tidak diperlukan surat Penangkapan sebagimana dilakukan oleh Termohon I
g) Bahwa Termohon I mengeluarkan surat sebagaimana pada huruf e tersebut diatas sangat bertentangan dengan Pasal 17 KUHAP jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014
h) Bahwa Berdasarkan Pasal 1 angka 20 KUHAP dinyatakan bahwa:“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Selanjutnya, mengenai syarat penangkapan diatur pada Pasal 17 KUHAP yang menyatakan bahwa: “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
i) Bahwa Dari pasal tersebut penangkapan dapat dilakukan terhadap seorang tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana dan dugaan tersebut didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.[2] Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, frasa “permulaan bukti yang cukup” harus ditafsirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa:“alat bukti yang sah” ialah:1. keterangan saksi;2. keterangan ahli; 3. surat;4. petunjuk; 5. keterangan terdakwa.”
j) Bahwa dalam pertimbangannya, MK juga memberikan pertimbangan “...maka frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia) terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka”.
k) Bahwa pertimbangan MK tersebut bukanlah hanya sekedar obiter dicta (sesuatu yang dikemukakan sambil lalu), tetapi merupakan rasio decidendi (alasan putusan). Dengan demikian pertimbangan MK tersebut mengikat sebagai prinsip hukum, dengan demikian Hakim berpendapat bahwa frasa “berdasarkan bukti permulaan yang cukup” dalam Pasal 17 KUHAP haruslah diartikan sekurangkurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya
l) Bahwa Pemohon untuk pertama kalinya diperiksa sebagai Tersangka yang didampingi Kuasa Hukumnya pada hari sabtu tanggal 18 Mei 2024 pada pukul 11.05 WITA 9 (4 hari setelah Penangkapan )
m) Bahwa sebagimana djelaskan pada pon C diatas barang bukti berupa narkotika tidak diketemukan pada saat melakukan penggeledahan dan baru diketemukan setelah dicari cari kurang lebih 2 jam setelah Termohon ditangkap
n) Bahwa sebagimana tercantum dalam surat perintah penangkapan no.sp.kap/18/v/res.4.2/2024/satresnarkoba, tgl14 mei 2024 yang mendasari perlunya dikeluarkan surat perintah berdasarkan bukti permulaan yang cukup
MENJADI PERTANYAAN ADALAH APAKAH SEBELUM PEMOHON DITANGKAP PADA TANGGAL 14 MEI 2024 TERSEBUT, TELAH DITEMUKAN SEKURANG-KURANGNYA 2 (DUA) ALAT BUKTI DAN PEMOHON TELAH DIPERIKSA;
o) Bahwa sah tidaknya penangkapan merupakan kewenangan dari pra peradilan maka penangkapan sebagimana iuraikan iatas dalam Surat Perintah Penangkapan no.sp.kap/18/v/res.4.2/2024/satresnarkoba, tgl 14 mei 2024 terhadap Pemohon haruslah dinyatakan tidak sah;
p) bahwa Pasal 82 KUHAP menyebutkan: “Isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal sebagai berikut:
1. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
2. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
3. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
4. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita”;
q) Bahwa dalam kasus pemohon berdasarkan uraian diatas Termohon I tidak professional dalam menangani kasus pemohon, oleh sebab itu Termohon II sebagai atasan harus bertanggung jawab atas perbuatan anggotanya yang telah menangkap pemohon tanpa alasan yang sah
r) Bahwa oleh karena hal tersebut di atas, Termohon III sebagai IRWASDA Kepolisian Daerah Bali ada laporan dan atau tidak ada laporan dari pemohon harus turun kebawah melihat apakah proses dalam penegakkan hukum sudah sesuai dengan KUHAP
s) Bahwa berdasarkan uraian diatas, diamana Termohon II, Termohon III dan Termohon IV tidak mengawasi proses penegakkan hukum dijajarannya yang dilakukan Termohon I adalah perbuatan melanggar hukum
t) Bahwa besarnya pembayaran ganti kerugian dan prosedur pembayarannya kepada pemohon yang dikabulkan tuntutan ganti ruginya dalam “Sidang Praperadilan”. Mulai sejak diberlakukannya Undangundang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, perubahan keduanya dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 58 Tahun 2010 tetapi tidak menyentuh pengaturan ganti kerugian. Dalam Pasal 9 ditentukan : Besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), apabila mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), sedangkan yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Jauh berbeda dengan sebelumnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
u) Bahwa Pemohon mengalami kerugian baik aterial dan imaterial akibat perbuatan Termohon sebagi baerikut ;
? Imateril
Bahwa pemohon mengalami kekerasan fisik diantaranya pada bagian kepala bibir tangan kaki punggung dan dada yang hampir diseluruh tubuh , baik dari pukulan Tendangan dan hantaman pipa besi pada saat dilokasi penagkapan dan diruangan introgasi satresnarkoba polres karangasem pada bagian mata dioleskan fress care sempat dicelupkan kedalam air sapai kesulitan nafas agar Pemohon mau mengakui sebagaimana pengakuan yang diinginkan oleh aparat yang mengintrogasi apabila diperhitungkan atas penderitaan yang dialami Pemohon sangat pantas dan sepadan dengan nilai uang Rp. 1.000.000.000 ,- satu milyar rupiah
Bahwa atas kejadian kekrasan fisik mohon hakim yang mulya agar dpat menghadirkan aparat yang mlakukan introgasi dan berkenan memeriksa peristiwa kekerasan fisik dengan pembuktian sumpah pemutus apabila pihak yang melakukan introgasi berkenen bersumpah atas pernyataan sumpah yang pemohon buat pada saat pengambilan sumpah dan diberikan kesempatan yang sama untuk mngambil sumpah pemohon atas peristiwa tersebut
? Material
Bahwa pemohon juga memberikan akomodasi untuk sekedar akomodasi penasehat hukum sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah ) dan juga harus kehilangan kesempatan untuk bekerja selama ditangkap dan ditahan dengan pengahasilan yang tidak menentu pada saat ditangkap penemohon sedang mengerjakan borongan ngecat rumah dengan nilai birongan 7 juta rupiah begitu juga dengan pekerjaan harian pemohon sebagi tukang pijat keliling yang rata rata perharinya mendapat upah Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah )
III. Bahwa berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Amlapura yang memeriksa dan mengadili perkara A quo berkenaan memutus perkara ini sebagai berikut
PRIMER :
1. Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan Termohon 1 s/d 4 adalah perbuatan melanggar hukum;
3. Menyatakan tindakan penangkapan NO.SP.KAP/18/V/RES.4.2/2024/ SATRESNARKOBa, tgl 14 mei 2024 yang di keluarkan oleh Termohon I adalah tidak sah;
4. MEMERINTAHKAN Penyidik pada tingkat pemeriksaannya untuk segera membebaskan Pemohon ;
5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya;
6. Mengabulkan tuntutan ganti rugi Pemohon sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 92 Tahun 2015
7. Menghukum Termohon I, II,III,IV membayar kerugian imatrial sebesar Rp. 1000.000.000,- (satu Milyar Rupiah ) kepada Pemohon secara tunai dan sekaligus
8. Menghukum Termohon I, II,III,IV membayar kerugian material Rp. 8.200.000,-( delapan juta dua Ratus Ribu Rupiah )
9. Membebankan biaya perkara sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Subsider
Atau “ apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)…” |
||||||||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |